Posted on August 4, 2009 by diajeng
Berjalan di antara rerumputan, menapak pucuk-pucuk ilalang yang basah oleh embun,sesekali ujungnya menggelitik sepasang kaki-ku yang telanjang…. aku berlari-lari kecil di lembah alam pedesaan nan damai. Memandang hamparan sawah yang mulai menguning dengan butir-butir batang padi yg kian menunduk menandakan panen raya akan segera tiba.
Mataku berbinar tatkala menengok ke samping dangau tempatku berteduh, ikan-ikan lincah berloncatan menyantap daun-daun,betapa bahagianya mereka makan. Pandanganku kembali menelusur ke sepanjang pamatang, nampak berderet pohon jagung yang di selingi dengan pohon kacang panjang yang juga tengah berbuah.
Inilah hasil karya ayahku, ayah yang sangat kubanggakan. Aku beranjak melewati pematang yg kosong, disana kulihat pekerja ayahku tengah memetik cabai yang ranum merah. Beberapa orang lelaki memakai capping untuk melindungi kepalanya dari teriknya sang mentari. Dan beberapa yang perempuan lebih suka melindungi kepalanya dengan kain yg dililit dari kening sampai menutup seluruh rambut yang tergerai panjang.
Wanita – wanita muda yang sangat polos, mengenakan kain yang melilit pinggang sampai ujung betis,kebaya sederhana adalah busana mereka kalo ke ladang, terlihat pipinya yg ranum..memerah terkena panas sang mentari. Peluh sudah mulai membasahi kening, namun senyum mereka tetap mengembang. Sesekali bercanda dengan teman sebanyanya, tangannya lincah memetik satu demi satu cabai merah besar yang bergelantung ranum di pohonnya. Aku mendekati mereka dan menyapa,” mba boleh ikut petik cabainya ?”
Mereka-pun tersenyum menghormat,”Mboten susah mba, mangke di dukani bapak. Mba’e lenggah mawon wonten gubuk, panas mba.-..mangke asto-ne kenging getah”
Aku tersenyum dan mengerti apa maksud mereka, mereka tidak ingin tanganku hitam kena getah cabai.Aku melihat ayah menghampiriku tersenyum dan berkata,”kowe meh melu metik cabai tho nduk? Yo rapopo nek meh ngrasani, tapi nek tanganmu kotor jo nyesel yo.”
Akupun menjawab,” inggih pak..pingin belajar .” dan aku pun dengan riang mulai memetik satu demi satu cabai itu, menuangkannya di keranjang rotan yang sudah di sediakan para pegawai.
Tak terasa peluh sudah membasahi kening, keringat dingin mulai mengucur dan entah kenapa pandangan menjadi berkunang-kunang sampai akhirnya aku sudah di papah menuju gubuk oleh salah seorang pegawai wanita.
Tangannya yg mungil terlihat mengipas-ngipas mukaku dengan caping dan ku dengar dia bertanya,” Mba, wau dereng sarapan tho ?kok badhe semaput ngaten ?”
Ya Alloh..ternyata aku lupa bahwa saking senangnya ke sawah lupa belum menyantap sebutir nasipun. Aku tersenyum dan menjawab,” iya mba, aku lupa maem tadi pagi.”
Dan siang-pun beranjak semakin terik. nun jauh di sana terdengar sayup-sayup adzan pertanda sudah waktunya menunaikan sholat dzuhur. ku lihat ayahkupun melambai kepada para pegawai, memberi tanda kalo pemetikan cabai di lanjutkan sore hari.
Kamipun beriringan melewati pematang, sesekali candaan menghiasi langkah kami. Tiba di pinggir ladang, aku kembali menengok kebelakang. betapa indah alam desaku. Tuhan…. Alhamdulillah…terima kasih aku di lahirkan di sini…Terima kasih aku masih bisa mengirup hawa desa yang sangat sejuk…kicau burung yang indah berkumandang….pemandangan alam hijau yang sangat menakjubkan..semoga tak kan pernah hilang romansa desaku..desa tempatku di lahirkan dan di besarkan.